Kreditur dan Debitur dalam Perjanjian Pinjaman
Istilah Debitur dan Kreditur dapat dilihat penggunaannya pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut sebagai “KUHPerdata”), Kamus Besar Bahasa Indonesia, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut sebagai “UU Kepailitan”). Selain itu istilah debitur dan kreditur juga dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (untuk selanjutnya disebut sebagai “UU Perbankan”).
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 dan 3 UU Kepailitan, maka Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan, sedangkan Debitur adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-Undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan. Kreditur sendiri terbagi atas 3 (tiga) macam, yaitu Kreditur Separatis, Kreditur Preferen, dan Kreditur Konkuren. Pada dasarnya dalam Perjanjian Pinjaman harus memiliki unsur kepercayaan, namun terdapat pula unsur lainnya, yaitu:
- Kesepakatan Pihak-pihak, yaitu kesepakatan antara Kreditur dan Debitur, di mana kesepakatan tersebut dituangkan dalam suatu perjanjian yang masing-masing pihaknya menyetujui hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam perjanjian tersebut.
- Jangka waktu, yaitu dalam pemberian pinjaman yang telah disepakati akan diatur pula mengenai kapan seorang debitur harus mengembalikan pinjamannya tersebut.
- Risiko, yaitu keadaan di mana apabila telah terdapat jangka waktu yang ditentukan dan berbagai kesepakatan lain antara Kreditur dan Debitur, maka akan menimbulkan berbagai risiko bagi masing-masing pihak, seperti risiko wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Baik Kreditur maupun Debitur tentu memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Misalnya hak dari Debitur yaitu mendapat pinjaman sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dan melakukan pembayaran atas pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, sedangkan hak dari Kreditur yaitu menerima pelunasan atas pinjaman yang dilakukan oleh Debitur tepat pada waktunya. Kemudian terkait dengan Kewajiban adalah suatu prestasi yang harus dipenuhi oleh Debitur maupun Kreditur dalam setiap perjanjian. Prestasi adalah objek perikatan. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, maka terdapat 3 (tiga) kemungkinan wujud prestasi yaitu untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Dalam suatu perjanjian pinjaman antara Kreditur dan Debitur dapat menimbulkan risiko bagi masing-masing pihaknya, di mana apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi, maka pihak lainnya tentu akan mengalami risiko. Wanprestasi yang dapat dilakukan oleh Debitur misalnya:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilaksanakannya;
- Melaksanakan apa yang diperjanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan;
- Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
- Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Wanprestasi seperti itu tentu dapat menimbulkan risiko bagi Kreditur yaitu kerugian baik secara materiel maupun imateriel. Sedangkan apabila wanprestasi dilakukan oleh Kreditur, misalkan Kreditur melakukan penagihan atas pinjaman sebelum jatuh tempo, maka Debitur tentu juga mengalami risiko berupa kerugian. Apabila wanprestasi tersebut terjadi baik bagi Kreditur maupun Debitur, maka salah salah satu pihak dapat melakukan:
- Meminta pembayaran ganti rugi bagi pihak yang dirugikan;
- Membatalkan Perjanjian;
- Peralihan Risiko;
- Membayar biaya perkara apabila wanprestasi tersebu diperkarakan di pengadilan.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants