Pendirian Perusahaan Kapal Laut di Indonesia Dipersulit atau Dipermudah?
Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, dimana 2/3 (dua per tiga) wilayah Indonesia merupakan lautan. Sebagai Negara yang didominasi lautan, sudah sepatutnya perekonomian tak hanya bertumpu pada sektor daratan. Dengan memiliki ribuan pulau, transportasi laut menjadi salah satu alternatif masyarakat Indonesia untuk menjangkau pulau-pulau tersebut. Hal itu pula yang membuat peluang bisnis di industri kapal laut menjadi pilihan bagi beberapa kalangan. Berdasarkan uraian singkat diatas, timbul satu pertanyaan;
Bagaimana cara mendirikan perusahaan transportasi laut menurut peraturan yang berlaku di Indonesia ?
Pada dasaranya, pendirian perusahaan transportasi laut sama dengan pendirian perusahan pada umumnya. Hanya saja, dalam mendirikan perusahaan transportasi laut harus mendapatkan izin usaha dari Kementerian Perhubungan yang disebut Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) atau Surat Izin Operasi Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS). Hal ini diatur di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut (“Permenhub PM 93/2013”), yang dimaksud dengan angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.
Secara umum yang harus dipersiapkan untuk dapat mendirikan sebuah perusahaan angkutan laut nasional adalah pertama yaitu, mendirikan perusahan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, dalam hal ini berupa Perseroan Terbatas (PT) dengan dokumen-dokumen pendukung yang dibutuhkan.
Kedua, untuk Surat Izin Usaha Perusahaan Angkutan Laut (SIUPAL) yang modalnya sebagian dimiliki oleh pihak asing (PMA atau Joint Venture), maka harus memiliki modal dasar perusahaan minimal sebesar Rp50.000.000.000 (lima puluh miliar) dan modal disetor sebesar Rp12.500.000.000 (dua belas miliar lima ratus juta), sedangkan Surat Izin Operasi Angkutan Laut Khusus (SIOPSUS), diberikan kepada penyelenggara atau perusahaan angkutan laut yang kegiatan usahanya khusus untuk melayani kepentingan sendiri dalam menunjang usaha pokoknya, yaitu yang meliputi bidang industri, kehutanan, pariwisata, pertambangan, perikanan, salvage dan Pekerjaan Bawah Air (PBA), pengerukan, jasa konstruksi, dan kegiatan penelitian, pendidikan, pelatihan dan penyelenggaraan kegiatan sosial lainnya.
Ketiga, memiliki kapal berbendera Indonesia, yaitu kapal yang didaftarkan dalam daftar kapal Indonesia dan mendapat sertifikat pendaftaran kapal dan salinan spesifikasi kapal yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementrian Perhubungan. Dalam hal ini kapal bisa berupa kapal motor berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); Kapal tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan daya motor penggerak paling kecil 150 TK (seratus lima puluh Tenaga Kuda) dengan tongkang berukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); Kapal tunda berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); Tongkang bermesin berbendera Indonesia yang laik laut dengan ukuran paling kecil GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage); dan khusus untuk perusahaan patungan (joint venture) PMA, berupa kapal berbendera Indonesia dengan ukuran paling kecil 5.000 GT (lima ribu Gross Tonnage).
Untuk kapal yang belum berbendara Negara Indonesia, diwajibkan untuk terlebih dahulu mengganti bendera menjadi bendera Indonesia, hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 26 Tahun 2006 tentang Penyederhanaan Sistem dan Prosedur Pengadaan Kapal dan Penggunaan atau Penggantian Bendera Kapal, di dalam aturan tersebut dijelaskan mengenai seseorang/pemilik kapal bekas berbendera asing wajib mengganti dan mendaftarkan kapalnya menjadi berbendera Indonesia, dan harus memberitahukan secara tertulis kepada Dirjen Pehubungan Laut dengan melampirkan dokumen-dokumen penunjang, seperti bukti pembayaran (bill of sale) yang telah dilegalisasi oleh pejabat pemerintah yang berwenang dari negara bendera asal; berita acara serah terima kapal (Protocol of Delivery); surat keterangan penghapusan (Deletion Certificate) yang diterbitkan oleh negara bendera asal kapal; surat dan sertifikat kapal yang diterbitkan oleh negara bendera asal kapal; dan gambar rancangan umum bangunan kapal (General Arrangement/GA).
Penggantian bendera kapal akan dilaksanakan di pelabuhan Indonesia tempat dimana kapal berada, atau atas permintaan pemilik kapal, penggantian bendera kapal juga dapat dilaksanakan di pelabuhan di luar negeri dalam hal; kapal akan langsung beroperasi di luar negeri; dan peraturan negara bendera asal kapal, mewajibkan kapal yang telah dijual kepada warga negara asing harus segera dicoret (deleted) dari daftar negera bendera asal.
Selain itu, diharuskan juga sebuah perusahaan kapal memilik sertifikat keselamatan dan keamanan kapal, sertifikat klas dari badan sertifikasi yang diakui Pemerintah, dalam hal ini PT Biro Klasifikasi Indonesia (PT BKI) atau badan klasifikasi asing yang merupakan anggota International Association of Classification Society (IACS) yang memiliki kantor cabang di Indonesia dan tenaga surveyor berkewarganegaraan Indonesia, memiliki surat ukur internasional, dan juga harus membuat laporan rencana pengoperasian kapal pada trayek tetap dan teratur angkutan laut kepada Direktorat Jenderal Kementerian Perhubungan Laut.
Uraian singkat diatas merupakan uraian secara umum untuk mendirikan perusahaan transportasi laut di Indonesia. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perusahaan angkutan laut di Indonesia, anda dapat menghubungi kami di dalam kontak yang tertera dalam website kami.