Pengesahan RUU Minerba Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Mineral Dan Batubara
DPR resmi mengesahkan RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna, pada Selasa 12 Mei 2020.RUU Minerba menuai banyak polemik dari berbagai kalangan. Selain pembahasannya yang dipandang terlalu cepat dan terlebih lagi dalam situasi keadaan penanganan pandemi Covid-19, terdapat beberapa pasal yang juga dinilai menguntungkan satu pihak saja.
Salah satu pasal yang menarik perhatian dinilai memberikan keuntungan yang sangat besar terlebih lagi pada perusahaan batu bara yang akan segera habis masa berlaku Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B)nya. Dalam RUU tersebut terdapat ketentuan pasal-pasal mengenai perpanjangan izin operasi untuk perusahaan-perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sebelumnya tidak ada dalam Undang-Undang Minerba yang lama. Pasal-pasal dalam RUU Minerba yang disahkan di Komisi VII memperlihatkan bagaimana perusahaan diberi berbagai kemudahan, di antaranya Perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang. Ketentuan Pasal 169 A dalam RUU Minerba yang baru menentukan bahwa KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK Operasi Produksi sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan: kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK Operasi Produksi sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
Dalam Pasal 1 Ayat 28 A RUU Minerba antara lain mengatur mengenai Konsepsi Wilayah Hukum Pertambangan yang sebelumnya belum diatur dalam UU Minerba sebelumnya. Dalam RUU Minerba ini diatur mengenai Wilayah Hukum Pertambangan tidak hanya daratan saja tetapi juga lautan, yang meluputi seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen. Dalam pelaksanaan Reklamasi yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan, pemegang IUP atau IUPK wajib untuk melakukan pengelolaan lubang bekas tambang akhir dengan batas paling luas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan ketentuan ini dimungkinkan bahwa penutupan lubang bekas tambang terbatas dan tidak ditutup seluruhnya.
RUU Minerba ini juga dinilai tidak memberikan ruang dan pilihan bagi masyarakat sipil untuk menolak kegiatan pertambangan di dalam hidup ataupun lingkungan mereka. Dalam Pasal 162 RUU Minerba mengatur bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha Pertambangan dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Selain itu rancangan awal RUU Minerba juga menghapus ketentuan hukuman pagi pejabat korup dalam pemberian IUP, HKI, atau IUPK yang bertentangan dengan UU. Dalam Pasal 165 UU Minerba sebelumnya menetapkan ketentuan mengenai sanksi pidana maksimum 2 (dua) tahun atau denda maksimum Rp200.000.000 (dua ratus juta Rupiah) bagi pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya dalam menerbitkan izin. Namun, ketentuan Pasal 165 telah dihapuskan dalam RUU Minerba yang baru sehingga banyak orang khawatir bahwa penghapusan ketentuan tersebut akan memberikan perlindungan bagi pejabat negara dalam mengeluarkan izin pertambangan yang bermasalah.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants