Surat Kuasa
Secara umum surat kuasa tunduk pada prinsip hukum yang diatur dalam Bab Keenam Belas, Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”). Pengertian dari surat kuasa itu sendiri diatur pada Pasal 1792 KUHPer, suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Dalam perjanjian kuasa, terdapat dua pihak yang terdiri dari:
- Pemberi Kuasa
Melimpahkan perwakilan atau mewakilkan kepada penerima kuasa untuk mengurus kepentingannya, sesuai dengan fungsi dan kewenangannya yang ditentukan dalam surat kuasa.
- Penerima Kuasa
Yang diberi kuasa, yang diberi perintah atau mandat untuk melakukan sesuatu untuk dan atas nama Pemberi Kuasa.
Dengan demikian, Penerima Kuasa berkuasa penuh bertindak untuk mewakili Pemberi Kuasa terhadap pihak ketiga untuk dan atas nama Pemberi Kuasa. Oleh karena itu, Pemberi Kuasa bertanggung jawab atas segala perbuatan kuasa, sepanjang perbuatan yang dilakukan kuasa tidak melebihi wewenang yang diberikan oleh Pemberi Kuasa.
Pasal-pasal yang mengatur pemberian kuasa tidak bersifat imperatif, para pihak dapat menghendaki hal-hal selain yang digariskan dalam undang-undang. Para pihak dapat menyepakati agar pemberian kuasa tidak dapat dicabut kembali (irrevocable) selama tidak melanggar peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants