Unpaid Leave di Tengah Pandemi Covid-19
Pandemi Corona Virus 19 (Covid-19) bukan hanya membawa dampak bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak besar bagi perekonomian Indonesia, baik secara mikro maupun makro. Di tengah kesulitan ekonomi yang melanda, banyak perusahaan yang memilih meminta pekerjanya untuk mengambil unpaid leave (cuti tidak berbayar) dengan tujuan untuk mengurangi biaya dan pengeluaran. Hal ini banyak sekali dialami oleh pekerja-pekerja terutama pekerja yang bekerja di bidang perhotelan, pariwisata dan restoran. Lalu, bagaimana sebenarnya aturan atau dasar hukum dari unpaid leave (cuti tidak berbayar)?
Di dalam pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) menjelaskan bahwa upah tidak dibayar apabila pekerjaan/buruh tidak melakukan pekerjaan, sedangkan Pasal 93 ayat 2 menetapkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah apabila:
- Pekerja/buruh sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
- Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan;
- Pekerja/buruh tidak masuk bekerja karena pekerja/buruh menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, isteri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau isteri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia;
- Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap negara;
- Pekerja/buruh tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
- Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha;
- Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat;
- Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha; dan
- Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan
Lebih lanjut, di dalam penjelasan Pasal 93 ayat (1) ini dijelaskan bahwa ketentuan ini merupakan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat melakukan pekerjaan bukan karena kesalahannya. Hal ini jelas berbeda dengan keadaan yang banyak terjadi sekarang ini, dimana perusahaanlah yang justru memaksa agar pekerjanya mengambil cuti tidak berbayar dan tidak membayarkan upah pada pekerja tersebut. Disini terlihat jelas bahwa pekerja tersebut tidak melakukan pekerjaannya bukan karena kesalahannya dan/atau keinginannya sendiri, melainkan karena dipaksa oleh perusahaan tempatnya bekerja.
Lalu, bagaimana membenarkan skema unpaid leave yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan ini? Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, hal inilah yang menjadi pembenar praktek ini masih banyak dilakukan secara massal di era pandemi ini, dimana para pekerja tidak memiliki pilihan dan akhirnya sepakat dengan skema unpaid leave. Hal ini dianggap masih lebih baik ketimbang dipecat dari pekerjaannya dan benar-benar kehilangan penghasilan.
Pemerintah melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Covid-19 menetapkan bahwa bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan Covid-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants