Utang: Pidana Atau Perdata
Permasalahan hutang termasuk di dalam ketentuan perdata, namun apabila dilakukan dengan melakukan perbuatan yang diatur dalam ketentuan pidana seperti kebohongan atau tipu muslihat maka permasalahan tersebut termasuk dapat diselesaikan melalui ketentuan hukum pidana. Apabila pihak debitur atau yang berhutang memiliki niat untuk menipu atau beritikad tidak baik untuk mengembalikan hutangnya, maka hal itu sudah memenuhi unsur penipuan sebagaimana diatur pada pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rincian sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP sebagai berikut:
- Dengan menggunakan salah satu upaya seperti menggunakan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat, dan rangkaian kebohongan.
- Dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dengan melawan hukum.
- Menggerakkan orang untuk menyerahkan barang sesuatu atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang.
Dengan demikian, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana, sehingga kreditur bisa melaporkan debitur tersebut ke Kepolisian setempat. Namun apabila hutang tersebut tidak memiliki unsur pidana, maka penyelesaian permasalahan hutang tersebut tidak dapat diselesaikan secara pidana mengingat ketentuan Pasal 19 ayat 2 UU No. 39 tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi:
“Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.”
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants