Proof of Oath In Civil Procedure Law
Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat maha kuasa dari Tuhan dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya. Jadi, pada hakikatnya sumpah merupakan tindakan yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan, yang disumpah adalah salah satu pihak (penggugat atau tergugat).
HIR menyebut 3 (tiga) macam sumpah sebagai alat bukti, yaitu:
- Sumpah pelengkap atau sumpah suppletoir (Pasal 155 HIR)
Merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusan.
- Sumpah pemutus atau sumpah decisoir (Pasal 156 HIR)
Merupakan sumpah yang dibebankan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak yang lain. Pihak yang meminta lawannya mengucapkan sumpah disebut deferent, sedangkan pihak yang harus bersumpah disebut delaat atau gedefereerde. Sumpah ini dapat dibebankan atau diperintahkan meskipun tidak ada pembuktian sama sekali, sehingga pembebanan sumpah decisoir dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di persidangan.
- Sumpah penaksiran atau sumpah aestimatoir (Pasal 155 HIR)
Merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian. Sumpah ini baru dapat dibebankan kepada penggugat apabila penggugat telah dapat membuktikan haknya atas ganti kerugian itu, serta jumlahnya masih belum pasti dan tidak ada cara lain untuk menentukan jumlah ganti kerugian tersebut, kecuali dengan penaksiran. Kekuatan pembuktian sumpah ini sama dengan sumpah suppletoir yaitu bersifat sempurna dan masih memungkinkan pembuktian oleh lawan.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants