Force Majeure
Follow Us

Force Majeure

Istilah “keadaan memaksa”, yang berasal dari istilah overmacht atau force majeure, dalam kaitannya dengan suatu perikatan atau kontrak tidak ditemui rumusannya secara khusus dalam Undang-Undang, tetapi disimpulkan dari beberapa pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). Dari pasal-pasal KUH Perdata, sebagaimana akan ditunjukkan dibawah ini, disimpulkan bahwa overmacht adalah keadaan yang melepaskan seseorang atau suatu pihak yang mempunyai kewajiban untuk dipenuhinya berdasarkan suatu perikatan (i.e.si berutang atau debitur), yang tidak atau tidak dapat memenuhi kewajibannya, dari tanggung jawab untuk memberi ganti rugi, biaya dan bunga, dan/atau dari tanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya tersebut.

 

1. Keadaan Memaksa dalam KUH Perdata

Konsep keadaan memaksa, overmacht, atau force majeure (dalam kajian ini selanjutnya disebut keadaan memaksa) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) ditemukan dalam pasal-pasal berikut ini :

  1. Pasal 1244 KUH Perdata

“Jika ada alasan untuk itu si berhutang harus dihukum mengganti biaya, rugi dan bunga, bila ia tidak membuktikan, bahwa hal itu tidak dilaksanakan atau tidak pada waktu yang tepat dilaksanakannya perjanjian itu, disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itupun jika itikad buruk tidak ada pada pihaknya”.

  1. Pasal 1245 KUH Perdata

“Tidaklah biaya, rugi dan bunga harus digantinya, apabila karena keadaan memaksa [overmacht] atau karena suatu keadaan yang tidak disengaja, si berutang berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”.

 

2. Unsur-Unsur Keadaan Memaksa

Berdasarkan pasal-pasal KUH Perdata diatas, unsur-unsur keadaan memaksa meliputi :

  1. Peristiwa yang tidak terduga;
  2. Tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitur;
  3. Tidak ada itikad buruk dari debitur;
  4. Adanya keadaan yang tidak disengaja oleh debitur;
  5. Keadaan itu menghalangi debitur berprestasi;
  6. Jika prestasi dilaksanakan maka akan terkena larangan;
  7. Keadaan di luar kesalahan debitur;
  8. Debitur tidak gagal berprestasi (menyerahkan barang);
  9. Kejadian tersebut tidak dapat dihindari oleh siapa pun (baik debitur maupun pihak lain);
  10. Debitur tidak terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian.

 

Suria Nataadmadja & Associates Law Firm

Advocates & Legal Consultants