Industrial Dispute Resolutions through Bipartite
Perselisihan Hubungan Industrial (“PHI”) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PHI”), adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
Pasal 2 UU PHI menjelaskan mengenai jenis PHI, yang meliputi:
- Perselisihan Hak;
- Perselisihan Kepentingan;
- Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja; dan
- Perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh hanya dalam Satu Perusahaan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (10) sampai dengan ayat (17) UU PHI terdapat 3 (tiga) cara penyelesaian PHI, yaitu melalui:
- Perundingan Bipartit;
- Perundingan Tripartit; dan
- Pengadilan Hubungan Industrial.
Perundingan Bipartit menurut Pasal 1 ayat (10) UU PHI adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan PHI.
PHI melalui Bipartit diwajibkan terlebih dahulu diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam pelaksanaannya harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal perundingan, apabila dalam 30 (tiga puluh) hari salah satu pihak menolak atau tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal sebagaimana diatur pada Pasal 3 UU PHI.
Setiap perundingan dalam penyelesaian secara musyawarah harus dibuatkan risalah yang ditandatangani oleh para pihak, risalah perundingan sekurang-kurangnya memuat nama lengkap dan alamat para pihak, tanggal dan tempat perundingan, pokok masalah atau alasan perselisihan, pendapat para pihak, kesimpulan atau hasil perundingan, dan tanggal serta tandatangan para pihak yang melakukan perundingan.
Dalam hal perundingan Bipartit gagal, maka berdasarkan Pasal 4 UU PHI dijelaskan langkah sebagai berikut:
- Salah satu atau kedua belah pihak mencatatakan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya penyelesaian melalui bipartit telah dilakukan.
- Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase, maka akan dilimpahkan kepada mediator.
Dalam hal perundingan Bipartit mencapai kesepakatan, maka berdasarkan Pasal 7 UU PHI, dijelaskan langkah sebagai berikut:
- Dibuat Perjanjian Bersama (“Perjanjian Bersama”) yang ditandatangani oleh para pihak.
- Perjanjian Bersama wajib dilaksanakan oleh para pihak dan didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian Bersama.
- Perjanjian Bersama yang telah didaftarkan akan diberikan akta bukti pendaftaran Perjanjian Bersama dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants