Somasi (Surat Peringatan)
Somasi merupakan peringatan atau teguran agar debitur berprestasi pada saat yang ditentukan dalam surat somasi. Pembuatan atau perumusan somasi tidak memiliki peraturan baku artinya pihak pengirim bebas menentukan perumusan isi dari somasi, tetapi pengirim wajib menentukan secara tegas siapa pihak yang ditujukan, masalah yang disomasikan, dan apa yang menjadi kehendak pengirim somasi yang harus dilaksanakan oleh pihak penerima somasi.
Somasi diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) yang menyatakan:
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”
Karena somasi merupakan teguran agar debitur berprestasi, maka somasi baru mempunyai arti, kalau debitur belum berprestasi. Sebagai contoh dalam kasus belum dibayarkannya uang atas jasa yang telah diberikan oleh kreditur, kreditur dapat mengirimkan Somasi kepada debitur untuk melaksanakan kewajibannya.
Debitur dikatakan wanprestasi apabila debitur terlambat berprestasi, tidak berprestasi, dan salah berprestasi. Salah berprestasi adalah memberikan prestasi yang tidak sesuai dengan yang diperjanjikan dan karenanya dalam peristiwa seperti itu debitur tidak bisa dikatakan telah berprestasi. Dengan demikian salah berprestasi adalah sama dengan tidak berprestasi.
Sedangkan yang dimaksud dengan “berprestasi” adalah berprestasi dengan baik sesuai dengan yang diperjanjikan, maka berprestasi dengan baik adalah sebagaimana yang diperjanjikan.
Somasi mempunyai fungsi untuk menetapkan debitur berada dalam keadaan lalai. Pernyataan dalam “keadaan lalai“ penting sekali bagi kreditur dan akan membawa akibat hukum yang sangat besar bagi debitur.
Selanjutnya menurut Pasal 1243 KUHPer, tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi.
Somasi yang tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah membawa debitur berada dalam keadaan lalai, dan sejak itu semua akibat kelalaian (wanprestasi) berlaku. Sedangkan akibat hukum bagi kreditur, wanprestasinya debitur menyebabkan kreditur berhak untuk menuntut hal-hal berikut:
- Pemenuhan perikatan;
- Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;
- Ganti rugi;
- Pembatalan persetujuan timbal balik;
- Pembatalan perikatan dan ganti rugi
Karena tidak adanya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tentang berapa kali somasi harus diajukan, maka dalam praktek, somasi umumnya diajukan tiga kali. Somasi pertama umumnya berupa peringatan yang masih bersifat ringan, karena kreditur biasanya masih meyakini bahwa dengan peringatan tersebut debitur akan dengan sukarela melaksanakan isi somasi.
Dalam hal somasi pertama tidak ditanggapi, maka kreditur dapat mengirimkan somasi kedua. Somasi kedua memberikan peringatan yang lebih tegas dari sebelumnya, dimana kreditur telah mengarahkan langsung pada alternatif-alternatif penyelesaian yang diharapkan.
Somasi ketiga diajukan karena debitur tidak juga memberikan penyelesaian yang memuaskan, ancaman kreditur sudah menjadi sangat tegas. Dalam somasi ketiga biasanya kreditur hanya memberi dua pilihan, yakni: pelaksanaan kewajiban atau kreditur akan mengajukan gugatan. Dalam hal somasi ketiga masih tidak memberi penyelesaian yang memuaskan bagi kreditur, barulah kreditur dapat mengajukan surat gugatan ke pengadilan guna menuntut debitur melalui jalur litigasi agar dapat menyelesaikan sengketa hukum antara debitur dan kreditur.
Suria Nataadmadja & Associates Law Firm
Advocates & Legal Consultants